Sunan Kalijaga mengajar petani dengan filsafat luku dan pacul, semua
bagiannya mempunyai makna keagamaan yang dalam.Inilah cara wali
mengajarkan kepada wong tani dengan kearifan lokal,sesuai dengan
pengetahuan mereka.
Bagi wong tani, penemuan alat baru dibidang pertanian merupakan anugerah
yang patut dipelajari dan diikuti. Sebab peralatan baru itu pasti
memberikan fasilitas kemudahan bagi para petani untuk bekerja lebih
efisien, yaitu mudah dan murah, tetapi dengan hasil yang banyak.Salah satunya adalah penemuan luku (bajak) dan pacul (cangkul), yang konon diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.
Soal penemuan bendanya bisa diperdebadkan, bisa saja kedua benda ini
lebih dulu ditemukan sebelum lahirnya Sunan Kalijaga.Tetapi dalam hal
ini, beliaulah yang dipercaya masyarakat Jawa sebagai orang yang
memberikan tafsir terhadap ajaran filsafat tentang luku dan pacul dengan
segala maknanya.Dengan begitu, orang Jawa menganggap Sunan Kalijaga
sebagai penemu luku dan pacul.
Sebelum ditemukan alat luku dan pacul ini, petani kuno menggunakan
hewan, biasanya kerbau untuk menginjak-injak tanah sebelum ditanami
benih padi. Hal seperti ini pernah terjadi ketika banyak petani Timor
Timur pada tahun 1970-an yang belajar pertanian di pedesaan Jawa. Mereka
menceritakan bahwa di daerahnya sebelum menggunakan luku dan pacul,
mereka mengolah sawah menggunakan kerbau yang digiring atau berlari-lari
di area sawah. Setelah terbajak, baru sawah tersebut ditanami benih
padi. Begitu juga, mungkin yang dilakukan petani pada abad ke-15 sebelum
ditemukan luku dan pacul.
Konon, dalam cerita rakyat itu, banyak petani di tanah Jawa yang
kemudian ngangsu kaweruh (mencari ilmu) ke Demak, khususnya ke
Kadilangu, tempat kediaman Sunan Kalijaga. Kanjeng Sunan memberikan
penjelasan tentang fungsi kedua alat ini secara teknis, juga ditambahi
dengan berbagai makna lambang filsafah dari bagian-bagian luku dan
pacul. Ajaran-ajaran itu kemudian dituturkan kepada para petani secara
turun temurun.
Ajaran Sunan Kalijaga tentang pertanian, khususnya tafsir terhadap alat
luku dan pacul merupakan ajaran yang diikuti wong tani secara turun
temurun. Tentang luku umpamanya, Kanjeng Sunan memberikan makna simbolis
dan bagian-bagiannya yang mengandung ajaran-ajaran dalam kehidupan
manusia di dunia dan akhirat.
Luku mempunyai bagian-bagian tertentu yang saling berhubungan dan
menyatu, sehingga menjadikan alat itu fungsional secara efisien dan
efktif. Pertama, cekelan atau pegangan. Maksudnya, manusia hidup harus
memiliki pegangan atau sebagai pedoman hidup. Bagi para murid Sunan kala
itu, pedoman hidup itu adalah kepercayaan kepada Allah SWT dan
mengikuti syariat Allah yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yaitu agama
Islam. Karena itulah, banyak petani Jawa yang kemudian beralih agama ke
islam.
Kedua, pancadan atau tumpuan. Maksud simbol benda ini adalah amalan. Semua ilmu atau pengetahuan itu harus diamalkan.dalam
ajaran agama islam, setiap orang yang telah mengetahui ilmu atau
pengetahuan agama harus mengamalkannya. Ada anjuran pula, ”Sampaikanlah
ilmu yang kamu dapat dari Al-Qur’an meski hanya satu ayat.” Jadi,
pedoman hidup yang dimiliki itu harus diamalkan dan disampaikan kepada
orang lain, sehingga kita tidak disebut jarkoni (bisa ngajar,ora bisa
nglakoni).
Ketiga, tandhing atau pasak. Maksudnya adalah membanding-bandingkan.
Disini bukan dalam arti iri dengki, melainkan ilmu perbandingan
(komparasi) merupakan sarana bisa memutuskan secara tepat, apa pilihan
yang terbaik dari berbagai macam pilihan yang ada. Kita memiliki pedoman
hidup sendiri, tentu saja ada pedoman hidup lain diluar kita, maka
pasti akan muncul perbandingan. Perbandingan inilah yang kemudian
membuat orang Jawa yang pada waktu itu mengikuti ajaran-ajaran islam
yang disampaikan Sunan Kalijaga, meninggalkan ajaran-ajaran atau pedoman
hidup sebelumnya. Karena ajaran atau pedoman hidup yang baru itu
ternyata lebih cocok dari pada pedoman sebelumnya.
Keempat, singkal atau alat pembalik tanah. Singkal ini diartikan secara
singkat dengan makna sing sugih akal (kaya atau luas pemikirannya).
Jadi, seorang petani tidak boleh lekas menyerah pada nasib atau fatalis,
tetapi harus bekerja keras dan berpikir cerdas, kreatif untuk mengolah
sawah dengan pengelolaan (manajemen) serta alat baru (inovasi), sehingga
menghasilkan kerja yang lebih baik. Penemuan alat-alat baru di bidang
pertanian saat ini, seperti benih unggul, pupuk,mesin-mesin pertanian
dsb tidak lepas dari peran petani sendiri serta ilmuwan sing sugih akal.
Begitu juga didalam kehidupan, selain tetap berpedoman pada agama, kita
juga perlu menambah ilmu pengetahuan. Sebab, agama tanpa ilmu akan
menjadi lumpuh, sebaliknya ilmu tanpa agama akan menjadi buta.
Kelima, kajen atau mata singkal. Kata ini berasal dari keijen, artinya menuju kepada yang satu.Yaitu,
satunya pikiran, bulatnya tekad menuju satu tujuan atau cita-cita.
Dalam bernegara, umpamanya bertujuan “baldhatun thoyyibatun warabbun
ghafur” . (Negara yang makmur sejahtera dibawah naungan dan ampunan
Allah), atau bahasa dalang, tata titi tentrem karta raharja ,gemah ripah
loh jinawi.
Keenam, olang-aling atau penghalang. Dalam menempuh suatu tujuan atau
cita-cita, pasti ada ujian atau halangan yang merintangi. Tuhan
berfirman, orang yang beriman itu bukan orang yang tidak pernah diuji,
orang yang beriman dan dicintai Allah justru orang-orang yang banyak
ujiannya. Ujian, kendala atau rintangan selalu ada di hadapan perjalanan
hidup manusia. Karena itulah manusia diwajibkan berikhtiar, berusaha
dan harus sing sugih akal. Manusia tidak boleh menyerah kepada nasib,
thenguk-thenguk nemu kethuk. Berharap sesuatu tanpa kerja. Kita bisa
mengatakan sugih tanpa bhanda, kaya tanpa harta. Tetapi kita tidak bisa
mengatakan ”kaya tanpa kerja” sebab ujian kaya adalah bekerja. Intinya,
bagaimana wong tani tersebut menghadapi setiap peluang itu menjadi
keuntungan, dan akhirnya keuntungan itu menjadi keagungan di dunia
akhirat.
Bagian yang terakhir, racuk atau ujung luku. Diambil dari kata arah
pucuk, yaitu arah depan dan atas. Artinya, setiap menghadapi penghalang
tadi, kita harus sabar, tawakal, dan ikhlas, kendati tidak pernah
melepaskan apa yang sedang menjadi cita-cita kita.
Dalam tulisan di atas,Sunan Kalijaga dianggap sebagai penemu luku, yang
memaknai simbol-simbol alat bajak itu sebagai ajaran hidup bagi wong
tani. Begitu juga Kanjeng Sunan dipercayai sebagai penemu pacul dan
luku.
Penemuan alat pacul yang dinisbahkan kepada Sunan Kalijaga masih
diperdebatkan, tetapi pengakuan ini didasarkan seperti pada kasus wayang
kulit. Cerita wayang serta peraganya sudah lama ditemukan orang Jawa,
tetapi Sunan Kalijaga mampu membesut cerita wayang ini menjadi bernapas
islam serta dengan penampilan yang baru dan falsafah baru, sehingga
beliaulah yang dianggap penemu wayang kulit.
Begitulah, bisa jadi pacul sudah lama ditemukan sebelum Sunan Kalijaga,
tetapi makna simbolis pacul, sehingga memuat ajaran agung adalah hasil
kreatifitas Sunan Kalijaga. Sudah menjadi strategi dakwah Sunan Kalijaga
bahwa beliau menggunakan cara tapa ngeli. Ngeli tapi ora keli.
Maksudnya tetap mengikuti ombak kehidupan masyarakat, tetapi beliau
memberikan makna baru kepada arus zaman itu.
Begitulah, Islam diajarkan lewat perlambang alat-alat pertanian. Dengan
begitu, mereka akan lebih dekat pengertiannya terhadap agama
Islam.Kanjeng Sunan sadar, agama Islam datang dari negeri Arab, kitabnya
juga memakai bahasa Arab, shalatnya juga memakai bahasa Arab. Itu
mungkin sangat menyulitkan pengikut baru yang sebelumnya sudah biasa
dengan ajaran lama menggunakan bahasa Jawa. Dalam kaidah islam, prinsip
itu “Tetap mengikuti tradisi lama yang baik, tetapi akan memakai tradisi
baru kalau tradisi itu terbukti lebih baik lagi,”
Karena itulah, ketika menjadi mubaligh keliling, sehingga mendapat gelar
Sunan Malaya, Kanjeng Sunan harus menggunakan berbagai cara, sehingga
rakyat paham apa itu Islam, dengan tidak mencabut budaya lama yang telah
mereka terapkan. Ini terbukti, tidak hanya luku dan pacul yang
diberikan makna filosofi kehidupan, tetapi benda-benda lain juga
diberikan makna yang selaras dengan pengertian masyarakat.
Kentongan umpamanya. Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, suara kentongan itu
diberi makna tertentu. Suara”tong tong tong” artinya, ”Hai masjidnya
masih kosong !! . Karena itu, kalau mendengar kentongan, lekas datang ke
masjid atau mushala. Lebih lanjut lagi kentongan sekarang bertambah
fungsi menjadi alat ronda di pedesaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar